Jumat, 13 Mei 2011

Pajak Penghasilan pasal 22


PPh pasal 22 membahas tentang penghasilan yang berasal dari penjualan pada instansi pemerintah, impor, dan industri tertentu (industri rokok, industri kertas, industri otomotif, industri semen, industri baja, Pertamina Bulog untuk tepung terigu dan gula pasir).
Tarif PPh pasal 22 atas penjualan instansi pemerintah :
PPh pasal 22 bendaharawan = 1,5% x nilai penjualan
Tarif PPh pasal 22 atas impor :
      1.     Bila importir memiliki API (Angka Pengenal Impor)
     PPh pasal 22 impor = 2,5% x nilai impor
      2.    Bila importir tidak memiliki API
     PPh pasal 22 impor = 7,5% x nilai impor
*       Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh Pertamina dan badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:

Jenis Bahan Bakar
SPBI Swastanisasi (%dari penjualan)
SPBU Pertamina (%dari penjualan)
Premiun
0,3
0,25
Solar
0,3
0,25
Premix/SuperTT
0,3
0,25
Minyak Tanah

0,3
Gas LPG

0,3
Pelumas

0
Catatan:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur /dealer/agen,bersifat final.


*        Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (angka II butir 7) ditetapkan sebesar 0,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
 Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan    peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan   Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
8. Impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
. Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (angka II butir 2,3, dan 4) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (angka II butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan (angka II butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.
 Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1. PPh Pasal 22 atas impor barang (angka II butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP).PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro dalam jangka waktu 1(satu) hari setelah pemu-ngutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 2 dan 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro secara kolektif pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu:
- lembar pertama untuk pembeli;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (angka II butir 4) disetor oleh pemungut atas nama Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir 5 dan 7) disetor oleh pemungut atas nama wajib pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (angka II butir6) disetor sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order) ditebus dengan menggunakan SSP. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
- lembar pertama untuk pembeli;
- lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar